TNI – Tanggal 14 Februari diperingati sebagai Hari Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA). PETA adalah salah satu organisasi militer yang dibentuk oleh Jepang pada masa pendudukannya di Indonesia.
PETA berperan sebagai pasukan gerilya yang akan membantu Jepang dalam kasus serangan serta bertugas sebagai kekuatan pertahanan untuk melindungi tanah air. Dan organisasi militer bentukan Jepang ini diisi oleh pemuda yang berusia 18-25 tahun.
Sejarah Pembentukan PETA
Pembela Tanah Air atau PETA adalah organisasi militer yang didirikan pada tanggal 3 Oktober 1943 sesuai dengan peraturan Osamu Seinendan nomor 44. Mulanya PETA adalah bagian dari Tokubetsu Han yaitu sebuah unit khusus dalam intelijen Jepang.
Dilansir dari laman Ensiklopedia Kemdikbud, pembentukan PETA dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi pasukan Jepang pada masa itu yang semakin berkurang karena Perang Pasifik. Maka dari itu, Jepang membutuhkan personel tambahan untuk antisipasi serangan Sekutu di Jawa dan Sumatera.
Baca Juga: Daftar Organisasi Militer Indonesia yang Dibentuk oleh Jepang
Bagi Bangsa Indonesia, pembentukan PETA bertujuan untuk membangkitkan semangat juang para pemuda yang mendapat latihan di bidang militer. Masih merujuk sumber yang sama, pembentukan PETA juga didasari oleh keinginan golongan nasionalis agar pemuda Indonesia memperoleh pelatihan militer dan dilibatkan dalam perang melawan Sekutu.
Jepang membentuk PETA dengan tujuan untuk mendukung militer Jepang dalam upaya pertahanan diri melawan musuh. Maka dari itu, PETA dijadikan sebagai tentara teritorial untuk mempertahankan wilayah Jawa, Bali, dan Sumatera. Pejabat angkatan darat ke-16 Jepang merancang PETA sebagai pasukan gerilya terdesentralisasi yang akan digunakan jika Sekutu menyerang Jawa.
Masing-masing pasukan militer yang berasal dari PETA akan ditempatkan di daerah asalnya, dan pasukan ini akan ditugaskan untuk pertahanan lokal. Mengutip dari laman Ensiklopedia Kemdikbud, PETA disusun hanya sampai tingkat batalyon atau daidan.
PETA memiliki 69 batalyon di Pulau Jawa dan 3 batalyon di Pulau Bali, setiap batalyon beranggotakan rata-rata sekitar 500-600 orang. Kawasan komando PETA umumnya sama dengan kabupaten, tetapi di wilayah Jakarta dan Bandung ditempatkan dua hingga tiga batalyon karena luasnya wilayah tersebut.
Baca Juga: Ancaman Militer: Definisi, Bentuk, Hingga Cara Meminimalisirnya
Masih merujuk pada sumber yang salam, berikut adalah struktur kepangkatan dalam PETA yang didasarkan pada jabatan:
- Daidanco (Komandan Batalyon)
- Cudanco (Komandan Kompi)
- Shodanco (Komandan Peleton)
- Budanco (Komandan Regu)
- Giyuhei (Prajurit)
Model seragam yang digunakan oleh anggota PETA sama seperti yang digunakan oleh tentara Jepang. Pasukan PETA dipimpin langsung para perwira Indonesia, dan perwira Jepang bertugas sebagai pelatih atau penasihat.
Pelatihan PETA pertama kali dilakukan pada tanggal 15 Oktober 1943 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bogor yang diberi nama Bo-ei Giyugun Kanbu Renseitai. Dan perekrutan anggota PETA dilakukan oleh Bappen (Dinas Intel Tentara Ke-16).
Sejarah Pemberontakan PETA
Dilansir dari laman Kompas, pemberontakan PETA yang terjadi di Blitar pada tanggal 14 Februari 1945 ini dilatarbelakangi oleh rasa prihatin para pemuda melihat kesengsaraan rakyat Indonesia akibat pendudukan Jepang.
Kesewenang-wenangan Jepang terhadap rakyat Indonesia mengharuskan pribumi menjalani romusha atau kerja paksa demi kepentingan Jepang. Tentara PETA disebut pernah ditugaskan mengawasi pekerjaan romusha di Pantai Selatan Jawa.
Penugasan pengawasan inilah yang membuat tentara PETA menyaksikan secara langsung siksaan yang dialami para pekerja romusha. Para pekerja romusha dipaksa bekerja berat tanpa diberi makan ataupun upah, dengan jam kerja yang lama.
Di akhir tahun 1944, jumlah penduduk laki-laki di Blitar berkurang, dan ini mengakibatkan pribumi wanita juga harus menjalani romusha. Dan korban romusha perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Tidak hanya dipekerjakan tanpa upah, perempuan-perempuan Indonesia pada masa itu juga kerap mendapatkan pelecehan dari tentara Jepang. Sikap arogan dan perlakuan semena-mena tentara Jepang inilah yang membuat tentara PETA melakukan perlawanan.
Pemberontakan PETA di Blitar terjadi dari tahun 1944 hingga 1945, para pemuda Indonesia yang tergabung di PETA mengambil kesempatan karena mereka telah mengetahui bahwa Jepang semakin tersudut dalam Perang Pasifik melawan Sekutu.
Masih dikutip dari laman Kompas, Supriyadi yang menjadi penggerak pemberontakan PETA di Blitar menegaskan bahwa tujuan perlawanan PETA terhadap Jepang adalah untuk merebut kemerdekaan Indonesia.
Untuk membakar semangat tentara PETA, salah seorang pemimpin PETA Blitar, Shodanco Suparjono, kemudian kerap mengajak anggotanya untuk menyanyikan Indonesia Raya dan Di Timur Matahari.
Dan pada hari pemberontakan, Shodanco Partohardjono mengibarkan bendera Merah Putih di sebuah lapangan besar. Di samping itu, salah seorang Bhudancho PETA juga merobek poster bertuliskan “Indonesia Akan Merdeka” dan menggantinya dengan tulisan “Indonesia Sudah Merdeka!”
Baca Juga: Urutan Pangkat Prajurit TNI Matra Angkatan Laut
Nah Sobat Bintang Bangsa, itu adalah informasi seputar sejarah PETA. Kamu berminat untuk bergabung dalam kesatuan TNI? Persiapkan dirimu dari sekarang ya!
Kamu butuh bimbingan untuk lolos seleksi TNI? Yuk hubungi Bimbel TNI dan POLRI Terpercaya! Segera bergabung bersama Bintang Bangsa untuk mewujudkan mimpi-mimpimu.
Nantikan artikel menarik lainnya. Jika kamu punya kritik, saran, koreksi, dan atau mendapati kekeliruan informasi atau hal-hal lainnya, bisa disampaikan melalui tautan berikut ini bit.ly/KritikSaranArtikelBintangBangsa ya Sobat Bintang Bangsa…
SOURCE:
Pembela Tanah Air
Latar Belakang dan Tujuan Pemberontakan PETA di Blitar
image source:
tirto.id